بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan mulia rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Ya Allah, karuniakanlah kami cinta yang jujur kepada nabi-Mu, Ash-Shadiq Al-Mashduq.
Ikhwah fillah a’azzakumullah
Kita telah berulang kali membaca hadits yang sering dibawakan oleh mereka yang senantiasa menyerang mujahidin Daulah Islam. Hadits mauquf atau atsar Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu itu dijadikan senjata untuk mereka untuk menyesatkan umat tentang Daulah Islam.
Dari yang mengaku ahlussunnah dari kalangan Aswaja (sungguh mereka bukan Ahlussunnah) sampai yang mengaku pengusung Dakwah Tauhid wal Jihad.
Atas idzin Allah ‘Azza wa Jalla, kami yang dha’if ini akan membahas tentang hadits atau atsar yang menjadi barang dagangan mereka untuk memuaskan hawa nafsunya dalam menyerang wali-wali Allah yang telah menegakkan kewajiban yang paling wajib yang dibebankan oleh Allah, Iqomatuddin dan Tanshibul Imam.
Berikut adalah atsar yang menjadi barang dagangan mereka:
قال نعيم بن حماد في الفتن (573):حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، وَرِشْدِينُ، عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي قَبِيلٍ، عَنْ أَبِي رُومَانَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ فَالْزَمُوا الْأَرْضَ فَلَا تُحَرِّكُوا أَيْدِيَكُمْ، وَلَا أَرْجُلَكُمْ، ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ ضُعَفَاءُ لَا يُؤْبَهُ لَهُمْ، قُلُوبُهُمْ كَزُبَرِ الْحَدِيدِ، هُمْ أَصْحَابُ الدَّوْلَةِ، لَا يَفُونَ بِعَهْدٍ وَلَا مِيثَاقٍ، يَدْعُونَ إِلَى الْحَقِّ وَلَيْسُوا مِنْ أَهْلِهِ، أَسْمَاؤُهُمُ الْكُنَى، وَنِسْبَتُهُمُ الْقُرَى، وَشُعُورُهُمْ مُرْخَاةٌ كَشُعُورِ النِّسَاءِ، حَتَّى يَخْتَلِفُوا فِيمَا بَيْنَهُمْ، ثُمَّ يُؤْتِي اللَّهُ الْحَقَّ مَنْ يَشَاءُ»
“
Nu’aim bin Hamad berkata dalam Al-Fitan (573) : telah mengabarkan kepada kami Al-Walid dan Risydindari Ibnu Luhi’ah dari Abi Qabil dari Abi Ruman dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
“Jika kalian melihat panji hitam, maka tetaplah pada bumi (tempat kalian), janganlah kalian gerakkan tangan dan kaki kalian. Lalu muncullah kaum yang lemah. Hati mereka seperti batangan besi (keras). Mereka pemilik negara. Mereka tidak menepati janji dan kesepakatan.
Mereka menyeru kepada Al-Haq sedangkan mereka bukan termasuk dari pengusungnya. Nama-nama mereka adalah kunyah (menggunakan kata abu), nisabat mereka menggunakan nama daerah. Rambut mereka terurai seperti wanita hingga mereka berselisih di antara mereka. Lalu Allah mendatangkan kebenaran kepada siapa sajayang Allah kehendaki”.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan shahibul fitan dan perawi yang ada dalam atsar tersebut, sesungguhnya hadits-hadits Ar-Rayatusu Sud (panji hitam), baik itu Marfu, Mauquf atau Maqthu’ kebanyakan munkar (dha’if) sebagaimanayang dijelaskan oleh Syaikh Abu Shuhaib Khalid bin Mahmud bin Ali bin Hamdan Al-Hayik Al-Hasyimi An-Naufaly Al-Husainy dalam maqolahnya Minahul Wadud Fi Bayan Thuruq Ahadits Ar-Rayat As-Suud .
Yang meriwayatkan atsar ini adalah Abu Abdillah Nu’aim bin Hamad bin Mu’awiyah bin Al-Harits bin Hammam bin Salmah bin Malik Al-Khuza’i Al-Marwazi.
Imam Adz-Dzahabi mengatakan tentang beliau dalam kitabnya Siyar A’lamin Nubala (10/595) bahwa beliau adalah Imam Allamah Hafizh.
Namun, dengan keimamahan dan keulamaan beliau, beliau banyak meriwayatkan hadits-hadits munkar terutama dalam kitabnya Al-Fitan. Imam Adz-Dzahabi berkata dalam kitabnya Dzikru Asma’ Man Takallama Fiihi wa Huwa Mutsiq (hal 184-185),
351 نعيم بن حماد خ مقرونا د ت ق حافظ وثقه أحمد وجماعة واحتج به البخاري وهو من المدلسة ولكنه يأتي بعجائب قال النسائي ليس بثقة وقال أبو الفتح الأزدي قالوا كان يضع الحديث وكذا أبو أحمد بن عدي وقال أبو داود وعنده نحو عشرين حديثا لا أصل له
“351
Nu’aim bin Hamad adalah seorang hafizh ditsiqahkan oleh Imam dan Jammah. Imam al-Bukhori berhujjah dengannya. Dia (Nu’aim) termasuk dari muddallis akantetapi ia membawa hal-hal yang aneh. An-Nasa’i “ia tidak tsiqoh”, Abul Fath Al-Azdy mereka berkata
“Adalah ia (Nu’ai) memalsukan hadits. Demikian juga Abu Ahmad bin Ady. Dan berkata Abu Dawud “Dia memiliki 20 hadits yang tidak ada asalnya”.
Akantetapi Imam Al-Bukhory selektif dalam meriwayatkan dari Nu’aim. Terutama dalam kitab Al-Fitanini, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tidak dibenarkan bagi seseorang berhujjah dengannya. Ia mengarang kitab Al-Fitan, ia membawakan sesuatu yang aneh-aneh dan munkar-munkar di dalam kitab tersebut”.
Sementara Ibnu Luhai’ah, didha’ifkan, Waki’ dan Ibnul Mahdi. Namun Yahya bin Ma’in masih memilih Ibnu Luhai’ah dibandingkan Rasydin, (silahkan rujuk tarjamah Ibnu Luhai’ah di kitab Tahdzibul Kamal karya Al-Mazzy dan Tahdzibut Tahdzib karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqollany). Abdul Karim bin Abdurrahman An-Nasa’i dari ayahnya,”Ia (Ibnu Luai’ah) tidak tsiqoh”.
Adapun Abu Ruman Al-Iskandary, berkata Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (3/286)
” قال ابن يونس واسم أبي رومان عبد الملك بن يحيى بن هلال الإسكندراني مولى المعافري كان يسكن الإسكندرية ويقال كان أصله من المغرب وكان من أصحاب بن وهب وهو ضعيف الحديث روى مناكير توفي في شوال سنة ست وخمسين ومائتين.
“Berkata Ibnu Yunus, nama Abu Ruman adalah Abdul Malik bin Yahya bin Hilal Al-Iskandary Maula Al-Ma’afiry. Ia tinggal di Alexandria.
Dikatakan bahwa ia berasal dari Maroko. Termasuk dari sahabat Ibnu Wahab. Ia dha’iful hadits dan meriwayatkan munkar-munkar. Wafat pada bulan Syawwal 156 H”.
Adapun Risydin adalah dha’if. Maka, Syaikh Dr Khalid Al-Hayik, ulama pakar hadits dari Yordania dan juga keturunan Imam Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, mengatakan bahwa atsar ini adlah MUNKAR.
Maka, tidak dibenarkan berhujjah dan berdalil menggunakan atsar ini. Sekalipun atsar ini shaih, tidak dibenarkan pula menggunakannya dan mengaplikasikannya untukmevonis menyesatkan salah satu kelompok, apalagi sampai memastikannya.
Inilah yang biasa dilakukan oleh Quburiyyun, dimana mereka menjadikan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang munculnya tanduk Syaithan dari Nejed untuk memvonis sesat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Maka, tidak dibenarkan cara mereka yang ghalath dalam memfitnah dengan menggunakan dalil yang diyakini dengan mujmal lalu diterapkan pada nawazil, waqi’, a’yan atau jama’aat sesuai dengan hawa nafsu mereka. Hal bisa dilakukan sesuatu bisa dilakukan setelah mengkompromikan dengan dalil-dalil yang lain yang lebi tafshil dan dengan dalil-dalil hukum syar’i lalu diaplikasikan kepada kelompok atau orang yang sesat yang tertera dalam hadits fitan.
Sebagaimana ulama Ahlussunnah menentukan kebenaran ada dipihak Sayyiduna Ali dengan bedalil menggunakan hadits bahwa Ammar bin Yasir terbunuh oleh tangan kelompok baghiyah.
Oleh karena itu, hujjah kalian dalam momvonis sesat terhadap Daulah Islaamiyyah menggunakan atsar ini TERTOTAL JUMLATAN WA TAFSHILAN.
Maka, bertaubatlah sebelum waktunya terlambat.