Para musuh Islam mengetahui akan pentingnya kepemimpinan wajib dalam kehidupan umat Islam, yaitu Negara Khilafah. Karena itulah, mereka selalu berusaha menjaga semaksimal mungkin agar Khilafah dijajah, tidak berfungsi, dan dapat diruntuhkan.
Seorang orientalis dari Inggris, Montego Mary Watt pernah menjelaskan dalam majalah Times terbitan London dengan ungkapan: ”Jika terdapat pemimpin pilihan yang mengucapkan perkataan yang sesuai tentang Islam, maka bisa jadi agama ini akan muncul menjadi sebuah kekuatan politik terbesar di dunia sekali lagi.”
[Jalalul Ilmi, Qaadatul Gharb yaquuluun hal.25]
Sedangkan seorang orientalis berkebangsaan Yahudi, Bernard Louis dalam tema “Islam kembali” berkata dalam satu kajian yang ia publikasikan pada tahun 1976 M sebagai berikut: ”Hilangnya kepemimpinan masa kini yang cerdas yaitu kepemimpinan yang mengabdi kepada Islam sesuai dengan kemajuan ilmu dan kemajuan ini, akan menyebabkan gerakan Islam terbelenggu dan tidak dapat menang. Ketiadaan kepemimpinan ini akan menghalangi gerakan Islam untuk dapat maju. Namun gerakan ini bisa berubah menjadi kekuatan politik domestik yang hebat jika ia mempersiapkan diri untuk menciptakan kepemimpinan yang adil.”
[Jalalul Ilmi, Qaadatul Gharb yaquuluun hal.25 dengan tema yang sama mentransfer dari majalah Commentary pada tahun 1976 M hal.49]
TANGGUNG JAWAB PARA PENGUASA NEGARA SISTEM KUFUR TERHADAP KONDISI UMAT ISLAM
Umat Islam terpecah belah dan terbodohi, teracuni pemikirannya, dan tertidur gara-gara penerapan sistem negara-negara sekularisme oleh para kafir penjajah beserta kacung-kacungnya, yaitu para preman berdasi di negeri-negeri Muslim. Merekalah para preman sebab kekuasaan mereka tidak sah menurut hukum Allah Swt. Baik banyak orang ridha terhadap para penguasa itu ataupun tidak, mereka tetaplah para preman yang batil kekuasaannya. Kekuasaan mereka tidak diakui oleh Islam. Sejatinya para penguasa itu adalah para penjajah juga, meski mereka tidak menembakkan peluru dan bom, selama mereka tidak bertobat.
Sesungguhnya saat ini para penguasa di negeri-negeri Muslim adalah buruk 3 kali:
- Buruk karena mereka berkuasa secara batil dengan sistem kufur;
- Buruk karena mereka sendiri menjalani seburuk-buruknya sistem;
- Buruk karena mereka menghalangi perjuangan penegakkan sistem baik Negara Khilafah Islam.
Taubat bagi para penguasa itu adalah dengan berbalik memperjuangkan tegakknya Islam mengikuti metode Rasul Saw.
« (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.”
(QS. Al-Hajj:41)
“Mereka (Rasulullah Saw. dan para sahabat) itulah contoh yang sempurna bagi agama, dunia dan gabungan antara agama dan dunia. Mereka itulah para pemimpin yang selalu berhubungan dengan rakyat, dan hakim yang selalu memutuskan kasus-kasus mereka. Mereka juga para panglima yang memimpin pasukan, para penguasa yang menangani urusan negara dan menjalankan hukum-hukum had yang ditentukan Allah. Setiap orang dari mereka juga merupakan orang bertakwa, zuhud dan seorang pahlawan pejuang. Selain itu juga seorang hakim, ahli fikih yang mujtahid dan politikus yang ulung. Maka urusan agama dan politik dapat ditangani oleh satu orang yaitu Khalifah.
[Abul Hasan Annadawi,Madza Khasiral-alam binhithathil Muslimin hal.117]
Meskipun para da’i telah mengerahkan segala daya upaya untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar, namun perangkat media informasi dan perangkat lainnya yang dikendalikan dan dibiayai pemerintah batil Negara sistem batil sekularisme dalam sekejap mata bisa menghancurkan upaya yang dibangun para da’i dalam setahun.
Demikian juga media-media lainnya yang bersifat destruktif. Tayangan-tayangan media tersebut banyak didominasi oleh acara-acara kejahiliyahan. Sementara itu program acara Islami relatif sedikit sekali dan hanya menampilkan Islam sebagai agama ritual dan moral belaka sebagaimana agama agama kufur; itu dengan tujuan supaya kekuasaan sistem kufur semacam di negeri ini dan semacam kerajaan Saud tetap bisa langgeng melenggang tanpa gangguan.
Hambatan kejayaan umat yang paling berbahaya adalah hilangnya kepemimpinan Islam yang adil, yaitu Daulah Khilafah Rasyidah. Hal itu karena Khalifah adalah orang yang menentukan kehidupan umat dan setara dengan posisi kepala bagi badan manusia. Jika Khalifah ini baik, maka umat akan baik. Namun jika Khalifah dan jajarannya buruk, maka umat ini akan menjadi rusak.
“Sebagai peringatan akan pentingnya kepemimpinan dalam kehidupan umat Islam, maka Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pernah berkata: ”Manusia masih lurus selama pemimpin-pemimpin mereka lurus.”
[Ahmad muhammad jamal, muhimmat alhaakim alMuslim]
“Sedangkan Khalifah ketiga Utsman bin Affan ra. pernah berkata: ”Allah akan mencegah dengan tangan penguasa kepada hal yang tidak dapat dicegah oleh Al-Qur’an.”
[Abul ’a’la almaududi, alhukuumah alIslamiyyah hal.68]
Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengisyaratkan tentang makna di atas tersebut dengan ungkapannya: ”Ketahuilah, bahwa Syariat adalah yang pokok dan penguasa adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak mempunyai pokok, maka ia hancur, dan sesuatu yang tidak mempunyai penjaga, maka akan hilang.”
[Hasan albanna, majmu’at arrasail hal.211]
Dan karena begitu pentingnya Imam/Khalifah yang adil dalam kehidupan umat Islam, maka Allah memberikan balasan baginya berupa anugerah. Hal itu dijelaskan oleh Rasulullah Saw. ketika beliau menjadikan Imam yang adil sebagai orang pertama dari ketujuh orang yang akan diberikan naungan Allah dalam naungan-Nya.
Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda: “Ada tujuh orang yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan selain naungan Allah, Imam yang adil……,”
[HR. Imam Muslim dalam kitab sahihnya jilid 2 hal.715, dari Abu Hurairah ra.]
“Orang-orang yang adil, di sisi Allah nanti akan berada pada mimbar di sebelah kanan Ar-Rahman.
[HR. Imam Muslim dalam kitab “sahihnya” dalam ‘Syarah Nawawi’ jilid 4 juz 12 hal.211 bab keutamaan penguasa yang adil dan hukuman bagi orang yang dzalim, dari Zuhair ra.]
Adil adalah sesuai dengan Syariah, yaitu tidak menyalahi Syariah Islam. Pemimpin yang sah dan adil atas kaum Muslimin adalah seorang Khalifah/Imam/Amirul Mukminin yang dibai’at dengan kekuasaan dan kekuatan nyata untuk menerapkan Syariah Islam keseluruhan. Para pemimpin yang sah setelah itu adalah para pejabat Khilafah Islam, yaitu para gubernur, amil, dsb yang diangkat oleh Khalifah yang sah itu.
“Wahai Allah, barangsiapa yang mengurusi perkara umatku lalu mempersulit kepada mereka, maka persulitlah dia. Dan barangsiapa yang menangani perkara umatku dan berbuat lembut terhadap mereka, maka berikan kelembutan kepadanya.”
[HR. Imam Muslim dalam Syarah Nawawi jilid 4 juz 12 hal.212 bab keutamaan Imam yang adil dan hukuman bagi penguasa dzalim, dari ummul mukminin Aisyah ra.]
”Tidak ada seorang hamba yang diberikan amanat mengurusi perkara umat kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan Surga baginya.”
[HR. Imam Muslim dalam Syarah Nawawi jilid 4 juz 12 hal.214 bab keutamaan Imam yang adil, dari Ma’qal bin Yasar ra.]
POTRET UMAT ISLAM DALAM NAUNGAN KEPEMIMPINAN NEGARA KHILAFAH ISLAM YANG ADIL
Umat Islam pernah hidup lama dalam naungan kepemimpinan yang adil. Ketika itu mereka merasa aman, damai dan bahagia. Saat itu keadilan menyebar dan rahmat melingkupi segala aspek kehidupan umat Islam dan sekeliling mereka. Hal itu sampai kepada satu kondisi di mana ketika Umar bin Khaththab ra. memegang jabatan hakim pengadilan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ra., Umar menjalani setahun penuh, tanpa ada dua orang yang bersengketa. Tidak ada orang yang mengajukan diri kepadanya untuk menyelesaikan kasus mereka.
Bahkan ketika masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kemiskinan dan kekurangan harta dalam masyarakat Negara Islam tidak didapatkan lagi.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus Yahya bin Sa’id untuk memberikan sedekah kepada orang-orang Afrika. Maka Yahya menjalankan perintah Khalifah dan mencari fakir miskin untuk diberinya sedekah. Akan tetapi Yahya tidak menemukan orang miskin. Akhirnya dengan uang sedekah itu, ia membeli seorang budak kemudian ia merdekakan.
[Nama lengkap Umar bin Abdul Aziz adalah Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin marwan, dilahirkan di Hilwan, Mesir pada tahun 61 H. Ia dibaiat menjadi khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik pada tanggal 5 bulan Shafar tahun 99 H. Ia menjabat pemerintahan selama dua tahun dan lima bulan. Namun beliau wafat karena diracun pada tanggal 20 rajab pada tahun 101 H. Semoga Allah meridhainya]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada gubernurnya di Iraq agar mengeluarkan pemberian untuk orang yang memerlukan. Maka surat Khalifah Umar itu dibalas oleh gubernur di Iraq sebagai berikut: ”Saya telah mengeluarkan harta-harta untuk diberikan kepada umat Islam. Akan tetapi di baitul mal masih terdapat sisa harta.
Maka Khalifah Umar menulis lagi surat untuk gubernur Iraq yang isinya memerintahkan untuk memeriksa gadis perawan yang tidak mempunyai harta, dan supaya gubernur itu menikahinya jika gadis perawan tadi setuju untuk menikah.
Maka gubernur itu mencari gadis perawan yang mau dinikahi dan akhirnya ia mendapatkan dan menikahinya serta memberikan sedekah kepadanya.
Namun gubernur tadi masih menulis surat laporan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berisi: “Saya telah menikahi wanita yang saya temukan, namun di baitul mal umat Islam masih terdapat harta.”
Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat yang berisi perintah untuk memeriksa orang-orang yang berkewajiban membayar zakat, untuk dilipatgandakan tanahnya dan agar tanahnya disewa guna memperkuat pendanaan tanah.”
[As-Suyuthi, tarikh alkhulafa’ hal.270 dan selanjutnya]
Dari Abdurrahman bin Zaid Al-khaththab berkata: “Umar bin Abdul Aziz hanya memerintah selama tiga puluh bulan. Ketahuilah, demi Allah ia tidak meninggal sampai ia mengutus seorang lelaki untuk memberikan kami harta yang melimpah seraya berkata: “Silahkan anda bagaikan harta ini kepada fakir miskin.”
Lelaki utusan itu masih terus di tempat dan akhirnya ia kembali membawa harta itu. Ia mencoba mencari orang-orang yang akan diberikannya sedekah itu, namun tidak menemukannya.
Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah mencukupi penduduknya.”
[Fathul bari jilid 6 hal.613, dalam kitab dalali, dinasabkan kepada Imam Baihaqi, dan yang seperti itu diriwayatkan dalam kitab tarikhul Khulafa’ karya Imam Suyuthi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar