Puisi Seorang Mujahidin

Selasa, 31 Desember 2013

Sejarah Tahun Baru Masehi

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.

Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam.

Dari penjelasan ini, selanjutnya kita akan melihat beberapa kerusakan yang terjadi dalam perayaan tersebut, apalagi jika seorang muslim ikut serta.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied yang Haram

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta', komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini.

Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:

1. Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat,

2. Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut,

3. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah

Hukum ied terbagi menjadi dua. [1] Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala atau [2] ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Alloh izinkan disamping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”2

Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang (haram) karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Seperti telah kami kemukakan dalam sejarah di atas bahwa perayaan tahun baru sama sekali bukanlah tradisi kaum muslimin, namun perayaan tradisi tersebut adalah hasil import dari negeri kafir dan diadopsi serta dimeriahkan oleh kaum muslimin. Sehingga merayakannya berarti meniru-niru orang orang-orang kafir. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwa kaum muslimin akan mengikuti jalan mereka.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jejak orang-orang sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persi dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?”[3]

Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ ».

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”[4]

An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro' (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” [5]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang kafir diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah badan. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”[6]. Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[7]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Aneh betul. Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini adalah dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun.

“Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat dan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh melakukan suatu amalan yang dibuat-buat. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”[8]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Perayaan semacam tahun baru juga sudah ada di masa silam. Namun tidak pernah di antara para ulama yang mensyari'atkan pada kaum muslimin agar hari itu tidak sia-sia untuk melakukan dzikir dan amalan lainnya. Para ulama seringkali menyatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” Ibnu Katsir mengatakan, “Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.”[9]

Berarti yang tidak mereka lakukan, lalu dilakukan oleh orang-orang setelah mereka adalah perkara yang jelek. Maka begitu pula halnya kita katakan pada perayaan tahun baru. Seandainya perayaan tersebut adalah baik, tentu para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya.

Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Karena kita ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini.

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, ”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin -rahimahullah- mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.”[11]

Kerusakan Kelima: Melalaikan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Bahkan mungkin di antara mereka tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim -rahimahullah-mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[12]

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[13]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[14]

Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[15]

Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo'a yaitu di sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam: Begadang yang Tidak Perlu

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat Isya’ dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[16]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[17]

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin yang ada lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang dapat kita saksikan pada pasangan-pasangan tanpa status nikah di malam tersebut. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahu dan ini riil di kalangan muda-mudi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[18]

Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul, “Apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut juga haram.”[19]

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena dapat mengganggu sesama muslim, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[20]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[21]

Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan?!

Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan secara besar-besaran hanya dalam satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan semacam itu. Lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia. Hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh dari sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[22]

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[23]

Membuang-buang waktu dengan cuma sekedar menunggu detik-detik pergantian tahun termasuk hal yang sia-sia, tidak ada faedahnya sama sekali.

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama ada sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[24]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37)

Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[25]

Minggu, 29 Desember 2013

Kilas Kepemimpinan Dalam Islam

KEPEMIMPINAN NEGARA KHILAFAH ISLAM YANG ADIL

Para musuh Islam mengetahui akan pentingnya kepemimpinan wajib dalam kehidupan umat Islam, yaitu Negara Khilafah. Karena itulah, mereka selalu berusaha menjaga semaksimal mungkin agar Khilafah dijajah, tidak berfungsi, dan dapat diruntuhkan.


Seorang orientalis dari Inggris, Montego Mary Watt pernah menjelaskan dalam majalah Times terbitan London dengan ungkapan: ”Jika terdapat pemimpin pilihan yang mengucapkan perkataan yang sesuai tentang Islam, maka bisa jadi agama ini akan muncul menjadi sebuah kekuatan politik terbesar di dunia sekali lagi.”
[Jalalul Ilmi, Qaadatul Gharb yaquuluun hal.25]

Sedangkan seorang orientalis berkebangsaan Yahudi, Bernard Louis dalam tema “Islam kembali” berkata dalam satu kajian yang ia publikasikan pada tahun 1976 M sebagai berikut: ”Hilangnya kepemimpinan masa kini yang cerdas yaitu kepemimpinan yang mengabdi kepada Islam sesuai dengan kemajuan ilmu dan kemajuan ini, akan menyebabkan gerakan Islam terbelenggu dan tidak dapat menang. Ketiadaan kepemimpinan ini akan menghalangi gerakan Islam untuk dapat maju. Namun gerakan ini bisa berubah menjadi kekuatan politik domestik yang hebat jika ia mempersiapkan diri untuk menciptakan kepemimpinan yang adil.”
[Jalalul Ilmi, Qaadatul Gharb yaquuluun hal.25 dengan tema yang sama mentransfer dari majalah Commentary pada tahun 1976 M hal.49]

TANGGUNG JAWAB PARA PENGUASA NEGARA SISTEM KUFUR TERHADAP KONDISI UMAT ISLAM

Umat Islam terpecah belah dan terbodohi, teracuni pemikirannya, dan tertidur gara-gara penerapan sistem negara-negara sekularisme oleh para kafir penjajah beserta kacung-kacungnya, yaitu para preman berdasi di negeri-negeri Muslim. Merekalah para preman sebab kekuasaan mereka tidak sah menurut hukum Allah Swt. Baik banyak orang ridha terhadap para penguasa itu ataupun tidak, mereka tetaplah para preman yang batil kekuasaannya. Kekuasaan mereka tidak diakui oleh Islam. Sejatinya para penguasa itu adalah para penjajah juga, meski mereka tidak menembakkan peluru dan bom, selama mereka tidak bertobat.

Sesungguhnya saat ini para penguasa di negeri-negeri Muslim adalah buruk 3 kali:
- Buruk karena mereka berkuasa secara batil dengan sistem kufur;
- Buruk karena mereka sendiri menjalani seburuk-buruknya sistem;
- Buruk karena mereka menghalangi perjuangan penegakkan sistem baik Negara Khilafah Islam.

Taubat bagi para penguasa itu adalah dengan berbalik memperjuangkan tegakknya Islam mengikuti metode Rasul Saw.
« (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.”
(QS. Al-Hajj:41)

“Mereka (Rasulullah Saw. dan para sahabat) itulah contoh yang sempurna bagi agama, dunia dan gabungan antara agama dan dunia. Mereka itulah para pemimpin yang selalu berhubungan dengan rakyat, dan hakim yang selalu memutuskan kasus-kasus mereka. Mereka juga para panglima yang memimpin pasukan, para penguasa yang menangani urusan negara dan menjalankan hukum-hukum had yang ditentukan Allah. Setiap orang dari mereka juga merupakan orang bertakwa, zuhud dan seorang pahlawan pejuang. Selain itu juga seorang hakim, ahli fikih yang mujtahid dan politikus yang ulung. Maka urusan agama dan politik dapat ditangani oleh satu orang yaitu Khalifah.
[Abul Hasan Annadawi,Madza Khasiral-alam binhithathil Muslimin hal.117]

Meskipun para da’i telah mengerahkan segala daya upaya untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar, namun perangkat media informasi dan perangkat lainnya yang dikendalikan dan dibiayai pemerintah batil Negara sistem batil sekularisme dalam sekejap mata bisa menghancurkan upaya yang dibangun para da’i dalam setahun.
Demikian juga media-media lainnya yang bersifat destruktif. Tayangan-tayangan media tersebut banyak didominasi oleh acara-acara kejahiliyahan. Sementara itu program acara Islami relatif sedikit sekali dan hanya menampilkan Islam sebagai agama ritual dan moral belaka sebagaimana agama agama kufur; itu dengan tujuan supaya kekuasaan sistem kufur semacam di negeri ini dan semacam kerajaan Saud tetap bisa langgeng melenggang tanpa gangguan.
Hambatan kejayaan umat yang paling berbahaya adalah hilangnya kepemimpinan Islam yang adil, yaitu Daulah Khilafah Rasyidah. Hal itu karena Khalifah adalah orang yang menentukan kehidupan umat dan setara dengan posisi kepala bagi badan manusia. Jika Khalifah ini baik, maka umat akan baik. Namun jika Khalifah dan jajarannya buruk, maka umat ini akan menjadi rusak.
“Sebagai peringatan akan pentingnya kepemimpinan dalam kehidupan umat Islam, maka Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pernah berkata: ”Manusia masih lurus selama pemimpin-pemimpin mereka lurus.”
[Ahmad muhammad jamal, muhimmat alhaakim alMuslim]
“Sedangkan Khalifah ketiga Utsman bin Affan ra. pernah berkata: ”Allah akan mencegah dengan tangan penguasa kepada hal yang tidak dapat dicegah oleh Al-Qur’an.”
[Abul ’a’la almaududi, alhukuumah alIslamiyyah hal.68]

Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengisyaratkan tentang makna di atas tersebut dengan ungkapannya: ”Ketahuilah, bahwa Syariat adalah yang pokok dan penguasa adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak mempunyai pokok, maka ia hancur, dan sesuatu yang tidak mempunyai penjaga, maka akan hilang.”
[Hasan albanna, majmu’at arrasail hal.211]

Dan karena begitu pentingnya Imam/Khalifah yang adil dalam kehidupan umat Islam, maka Allah memberikan balasan baginya berupa anugerah. Hal itu dijelaskan oleh Rasulullah Saw. ketika beliau menjadikan Imam yang adil sebagai orang pertama dari ketujuh orang yang akan diberikan naungan Allah dalam naungan-Nya.
Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda: “Ada tujuh orang yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan selain naungan Allah, Imam yang adil……,”
[HR. Imam Muslim dalam kitab sahihnya jilid 2 hal.715, dari Abu Hurairah ra.]
“Orang-orang yang adil, di sisi Allah nanti akan berada pada mimbar di sebelah kanan Ar-Rahman.
[HR. Imam Muslim dalam kitab “sahihnya” dalam ‘Syarah Nawawi’ jilid 4 juz 12 hal.211 bab keutamaan penguasa yang adil dan hukuman bagi orang yang dzalim, dari Zuhair ra.]

Adil adalah sesuai dengan Syariah, yaitu tidak menyalahi Syariah Islam. Pemimpin yang sah dan adil atas kaum Muslimin adalah seorang Khalifah/Imam/Amirul Mukminin yang dibai’at dengan kekuasaan dan kekuatan nyata untuk menerapkan Syariah Islam keseluruhan. Para pemimpin yang sah setelah itu adalah para pejabat Khilafah Islam, yaitu para gubernur, amil, dsb yang diangkat oleh Khalifah yang sah itu.
“Wahai Allah, barangsiapa yang mengurusi perkara umatku lalu mempersulit kepada mereka, maka persulitlah dia. Dan barangsiapa yang menangani perkara umatku dan berbuat lembut terhadap mereka, maka berikan kelembutan kepadanya.”
[HR. Imam Muslim dalam Syarah Nawawi jilid 4 juz 12 hal.212 bab keutamaan Imam yang adil dan hukuman bagi penguasa dzalim, dari ummul mukminin Aisyah ra.]

”Tidak ada seorang hamba yang diberikan amanat mengurusi perkara umat kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan Surga baginya.”
[HR. Imam Muslim dalam Syarah Nawawi jilid 4 juz 12 hal.214 bab keutamaan Imam yang adil, dari Ma’qal bin Yasar ra.]

POTRET UMAT ISLAM DALAM NAUNGAN KEPEMIMPINAN NEGARA KHILAFAH ISLAM YANG ADIL

Umat Islam pernah hidup lama dalam naungan kepemimpinan yang adil. Ketika itu mereka merasa aman, damai dan bahagia. Saat itu keadilan menyebar dan rahmat melingkupi segala aspek kehidupan umat Islam dan sekeliling mereka. Hal itu sampai kepada satu kondisi di mana ketika Umar bin Khaththab ra. memegang jabatan hakim pengadilan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ra., Umar menjalani setahun penuh, tanpa ada dua orang yang bersengketa. Tidak ada orang yang mengajukan diri kepadanya untuk menyelesaikan kasus mereka.

Bahkan ketika masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kemiskinan dan kekurangan harta dalam masyarakat Negara Islam tidak didapatkan lagi.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus Yahya bin Sa’id untuk memberikan sedekah kepada orang-orang Afrika. Maka Yahya menjalankan perintah Khalifah dan mencari fakir miskin untuk diberinya sedekah. Akan tetapi Yahya tidak menemukan orang miskin. Akhirnya dengan uang sedekah itu, ia membeli seorang budak kemudian ia merdekakan. 

[Nama lengkap Umar bin Abdul Aziz adalah Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin marwan, dilahirkan di Hilwan, Mesir pada tahun 61 H. Ia dibaiat menjadi khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik pada tanggal 5 bulan Shafar tahun 99 H. Ia menjabat pemerintahan selama dua tahun dan lima bulan. Namun beliau wafat karena diracun pada tanggal 20 rajab pada tahun 101 H. Semoga Allah meridhainya]

Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada gubernurnya di Iraq agar mengeluarkan pemberian untuk orang yang memerlukan. Maka surat Khalifah Umar itu dibalas oleh gubernur di Iraq sebagai berikut: ”Saya telah mengeluarkan harta-harta untuk diberikan kepada umat Islam. Akan tetapi di baitul mal masih terdapat sisa harta.
Maka Khalifah Umar menulis lagi surat untuk gubernur Iraq yang isinya memerintahkan untuk memeriksa gadis perawan yang tidak mempunyai harta, dan supaya gubernur itu menikahinya jika gadis perawan tadi setuju untuk menikah.
Maka gubernur itu mencari gadis perawan yang mau dinikahi dan akhirnya ia mendapatkan dan menikahinya serta memberikan sedekah kepadanya.
Namun gubernur tadi masih menulis surat laporan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berisi: “Saya telah menikahi wanita yang saya temukan, namun di baitul mal umat Islam masih terdapat harta.” 

Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat yang berisi perintah untuk memeriksa orang-orang yang berkewajiban membayar zakat, untuk dilipatgandakan tanahnya dan agar tanahnya disewa guna memperkuat pendanaan tanah.”
[As-Suyuthi, tarikh alkhulafa’ hal.270 dan selanjutnya]

Dari Abdurrahman bin Zaid Al-khaththab berkata: “Umar bin Abdul Aziz hanya memerintah selama tiga puluh bulan. Ketahuilah, demi Allah ia tidak meninggal sampai ia mengutus seorang lelaki untuk memberikan kami harta yang melimpah seraya berkata: “Silahkan anda bagaikan harta ini kepada fakir miskin.”
Lelaki utusan itu masih terus di tempat dan akhirnya ia kembali membawa harta itu. Ia mencoba mencari orang-orang yang akan diberikannya sedekah itu, namun tidak menemukannya.
Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah mencukupi penduduknya.”
[Fathul bari jilid 6 hal.613, dalam kitab dalali, dinasabkan kepada Imam Baihaqi, dan yang seperti itu diriwayatkan dalam kitab tarikhul Khulafa’ karya Imam Suyuthi]

Sabtu, 23 November 2013

Kemaksiatan Nasionalisme...!!!

Perpecahan umat Islam karena nasionalisme


Perpecahan dalam barisan umat Islam adalah hambatan terbesar yang menghalangi berjayanya umat Islam. Hal itu dikarenakan, kekuatan umat Islam terkandung dalam terpenuhinya kewajiban persatuan mereka dalam Negara wajib Khilafah Islamiyah. Jika mereka bercerai berai, maka mereka akan menjadi umat yang tidak bersyariah Islam secara lengkap dan tidak mempunyai kekuatan; tidak mempunyai kekuasaan yang dipimpin seorang Khalifah.

Jumat, 22 November 2013

STRATEGI ORIENTALISME


ORIENTALISME

Orientalisme adalah gerakan mempelajari ilmu, sastra dan peradaban Islam tujuan mengetahui pengetahuan, pemikiran mereka, arah dan faktor kemajuan serta kekuatan umat Islam. Upaya mempelajari ilmu ini bertujuan menghantam kekuatan Islam, mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan umat Islam, serta memulai penjajahan Kristen (baik secara militer dan pemikiran) terhadap dunia Islam dan menundukkan umat Islam dalam cengkeraman dan kekuasaannya.[Sa’duddin Shalih, Al-Asaalib Al-haditsah, hal.89 ]

Sabtu, 09 November 2013

Tobatlah para Demokratis

Inilah Demokrasi, Maukah Anda Meninggalkannya?

Kepada mereka yang masih beranggapan bahwa perbedaan pendapat tentang demokrasi adalah perbedaan pendapat dalam ranah wasa’il dan furu’iyyah (cabang agama), tidak menyentuh ranah ushul (pokok agama) dan i’tiqod (keyakinan)….
Kepada para da’i tambal sulam, koleksi dan penggabungan (manhaj dan ideologi)….
Kepada mereka yang masih tidak mengetahui hakekat demokrasi….
Kepada mereka yang mencampuradukkan –secara dusta– demokrasi dengan syura dan Islam….
Kepada mereka yang memandang bahwa demokrasi adalah solusi terbaik untuk menjawab problematika Islam dan kaum muslimin…
Kepada mereka yang mempropagandakan dan menyerukan demokrasi, kemudian setelah itu mengaku dirinya seorang muslim…

Kepada mereka semua kami katakan:

Jumat, 08 November 2013

Status Pengakuan Agama Kasih di Gugat !!!!


Ayat-ayat Perang Dalam

Al Qur’an

Versus

Ayat-ayat Perang Dalam Injil

Ayat Ayat Perang di Al Qur’an sering dijadikan Alat pembenar para Misionaris dan Para penghujat untuk Menghujat islam, Allah Swt dan nabi Muhammad Saw, dan ejekan mereka Muslim maupun Muslimah. Bahkan di antara mereka memberikan label terhadap ayat ayat tersebut dengan label AYAT AYAT JAHAT di Al Qur’an.
Untuk menjawab hujatan tersebut maka pendekatan yang mengutamakan Obyektifitas, memperhatikan Konteks ayat tersebut dan juga perbandingan dengan Ayat ayat yang terdapat pada Kitab suci mereka serta perbandingan dengan melihat fakta fakta sejarah.

Rabu, 24 Juli 2013

Pancasilamu...

PANCASILA,...KEKAFIRAN BARU ILYASIQ MODERN

Di antara kaum muslimin ada yang menjadikan argumentasi sila pertama tersebut di atas sebagai dalil bahwa negeri ini adalah negeri muslim berasaskan tauhid, benarkah demikian?

1. Seseorang disebut sebagai muwahhid jika ia menjadikan Allah saja satu-satunya sebagai ilah. Dalilnya begitu banyak diantaranya: Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (Q.S. Al-Ikhlas : 1)

Adapun sila pertama di atas adalah bentuk monotheisme yang sungguh berbeda dengan tauhid karena tauhid secara definitive menjadikan Allah sebagai satu-satunya ilah.

Sedangkan monotheisme tidak, ia menyadarkan ketuhanannya kepada siapa saja asalkan jumlah tuhannya satu/esa.
Contoh bukankah Fir’aun juga menjadikan dirinya Tuhan satu-satunya yang mengharuskan penduduknya menyembah kepadanya? 
Maka ini bisa disebut sebagai monotheisme.

2. Pidato Soekarno berikut ini mempertegas argumentasi di atas: 
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhamad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya “ber-Tuhan secara kebudayaan”, yakni dengan tiada “egoisme-agama”.

Perhatikan statement nyeleneh Soekarno pada kalimat yang bertanda kutip, untuk lebih memperjelas apa maksud sila ketuhanan tersebut yakni “ber-Tuhan secara kebudayaan”

3. KH. Firdaus AN salah seorang saksi sejarah menulis dalam bukunya, Dosa-dosa Politik Orde Lama dan Orde Baru sbb: Ketuhanan adalah kata imbuhan dengan awalan “ke” dan akhiran “an.” Kata yang seperti itu ada dua arti. 

Pertama, berarti MENDERITA.
Seperti kedinginan ,menderita dingin; kepanasan, menderita panas. Kehausan, menderita haus, dan sebagainya. 

Kedua, berarti BANYAK.
Ketumbuhan, banyak yang tumbuh, seperti penyakit campak atau cacar yang tumbuh di badan seseorang. 
Kepulauan, banyak pulau; Ketuhanan, berarti banyak Tuhan. 

Jadi kata Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Contradictio in Terminis (Pertentangan dalam tubuh kata-kata itu sendiri) Mana mungkin banyak Tuhan disebut yang maha esa. 

Dalam bahasa Arab, itu disebut “Tanaqudh” (pertentangan awal dan akhir). Logika ini jelas tidak sehat, bertentangan dengan kaidah ilmu bahasa. 

Jelaslah, kata Ketuhanan itu syirik. Dan kalau yang dituju itu memang Tauhid, maka rumusannya yang tepat adalah Pengabdian kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. 
Namun Presiden Soeharto sendiri menegaskan: “Jangan masukkan nilai dari paham lain (Islam, Pen.) ke dalam Pancasila” (Kompas, 21 Mei 1991).

MASUKNYA DOKTRIN ZIONIS YAHUDI KE INDONESIA

Zionis Yahudi masuk ke Indonesia tentu saja seiring dengan masuknya penjajah belanda ke negeri ini. Kerajaan Belanda sejak dahulu telah dikenal sebagai tempat pertemuan Freemasonry se-Eropa. Pada November 1875, pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, mengutus Madame Blavatsky —demikian Helena Balavatsky biasa disebut— ke New York. Sesampainya di sana, Blavatsky langsung mendirikan perhimpunan kaum Theosofi.
Sejak awal, organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi ini, telah menjadi mesin pendulang dolar bagi gerakan Freemasonry. Di luar Amerika, sebut misalnya di Hindia Belanda, Blavatsky dikenal sebagai propagandis utama ajaran Theosofi. 

Pada tahun 1853, saat perjalanannya dari Tibet ke Inggris, Madame Blavatsky pernah mampir ke Jawa (Batavia). Selama satu tahun di Batavia, ia mengajarkan Theosofi kepada para elit kolonial dan masyarakat Hindia Belanda. Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di Indonesia dan tentu saja sambil mengajarkan doktrin-doktrin ajaran zionis/freemasonry. 
Tahun 1909, dalam Kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang (271 Belanda, 157 Bumiputera, dan 17 Cina). Dalam Kongres itu juga disepakati terbitnya majalah Theosofi berbahasa Melayu “Pewarta Theosofi” yang salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan persaudaraan.

Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi ke-20, dengan Presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Kongres Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa), 286 bumiputera, 67 Cina. 

Sebuah buku yang ditulis oleh Iskandar P. Nugraha berjudul Mengikis Batas Timur dan Barat: “Gerakan Theosofi dan Nasionalisme Indonesia” (2001), memberikan gambaran besarnya pengaruh gerakan Theosofi pada tokoh-tokoh nasional di Indonesia. Misalnya, orang tua Soekarno (R. Soekemi) ternyata anggota Theosofi. Hatta juga mendapat beasiswa dari Ir. Fournier dan van Leeuwen, anggota Theosofi. Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota atau dekat sekali hubungannya dengan Theosofi adalah Moh. Yamin, Abu Hanifah, Radjiman Widijodiningrat (aktivis Theosofi), Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Armijn Pane, Sanoesi Pane, dan sebagainya.

Selanjutnya Anggaran Dasar NITV kemudian disetujui Pemerintah Hindia Belanda tanggal 2 November 1912. Dengan demikian, NITV menjadi organisasi yang sah dan berdasar hukum. Pusatnya di Batavia. Cita-cita yang dicanangkan NITV adalah keinginan untuk memajukan kepintaran, kebaikan, dan keselamatan “saudara-saudara” pribumi, agar dengan bangsa Barat dapat saling berdekatan.

Kebangkitan theosofi di Indonesia saat ini pun semakin nyata dengan didirikannya Persatuan warga theosofi Indonesia (PERWATHIN) yang beralamat di jl. Anggrek Neli Murni Blok a-104. Dan sebagai alat propagandanya mereka menerberbitkan majalah Theosofi Indonesia. 
Alamat redaksinya; Metro Permata I, blok I 3/7 Jl. Raden Saleh 

Karang Mulya Ciledug Theosofi, seperti dijelaskan oleh Blavatsky : “Kearifan ilahi (Theosophia) atau kearifan para dewa, sebagai theogonia, asal-usul para dewa. 
Kata theos berarti seorang dewa dalam bahasa Yunani, salah satu dari makhluk-makhluk ilahi, yang pasti bukan ‘’Tuhan’’ dalam arti yang kita pakai sekarang. 
Karena itu, Theosofi bukanlah ‘Kebijaksanaan Tuhan’, seperti yang diterjemahkan sebagian orang, tetapi ‘Kebijaksanaan ilahi’ seperti yang dimiliki oleh para dewa.’’ 

Dengan pandangan dan misi seperti itu, Theosofi tampak bermaksud menjadi pelebur agama-agama atau menjadi kelompok ‘super-agama’ yang berada di atas atau di luar agama-agama yang ada. Hal ini sangat sejalan dengan gagasan Pluralisme Agama. 
Maka tidak heran pada pita yang di dipegang oleh kaki burung garuda mengutip ajaran Mpu Tantular dalam kitab sutasoma yang bertulis : “Bhinneka tunggal ika” yang jelas-jelas merupakan symbol sikretisme atau perpaduan seluruh agama maupun budaya menjadi satu sebagai dasar Negara ini. Dan konsep ini substansinya sangat mirip sekali dengan ilyasiq dasar hukum Mongol tar-tar sebagaimana yang nanti akan dijelaskan.

PAGANISME GARUDA PANCASILA SEBAGAI ILYASIQ MODERN DAN BAGAIMANA SIKAP KITA?

Lambang burung Garuda Pancasila diprakarsai oleh M. Yamin, Ki Hajar Dewantoro dan ditetapkan oleh Soekarno. Jelas ketiganya merupakan anggota theosofi.

Burung Garuda sejatinya tidak pernah ada di dunia ini, bahkan lambang burung garuda ini di duga kuat merupakan lambang paganis yang terinspirasi dari lambang DEWA HORUS  sebagai kepercayaan rakyat mesir yang dipercaya hidup pada 3000 SM. 

Zionis Yahudi memang kerap menandai suatu Negara yang berada di bawah pengaruhnya dengan lambang burung, dan itu bisa kita lihat seperti Negara Amerika Serikat. Selanjutnya bukan hanya sebagai pagan (berhala) thaghut secara fisik Garuda Pancasila juga menjadi thaghut dalam hal hukum. Dasar hukum Pancasila sebagai Dasar Negara adalah Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, sedang dasar hukum Pancasila sebagai “sumber segala sumber hukum yang tertinggi” adalah Tap MPR No. III/MPR/2000. Ini merupakan bentuk “kufrun bawwah” kekufuran yang nyata. 
Dan ada banyak dalil yang menerangkan kekufuran tersebut. Adapun yang dimuat dalam tulisan ini hanya beberapa diantaranya adalah dalil-dalil yang memiliki kaitan sebagaimana yang pernah terjadi di masa-masa kekuasaan Jengis Khan yang membuat konsep hukum positif di mana di dalamnya berisi aturan-aturan kompilasi dari berbagai ajaran, seperti; Nasrani, Yahudi, adat-istiadat, Islam dll persis seperti ajaran Pancasila yang berbunyi; “Bhinneka tunggal ika”. 

Kemudian akibat diterapkannya sumber hukum Thaghut tersebut berapa banyak darah umat Islam tercecer?! 
Berapa banyak para ulama yang menjadi tumbalnya?! 
Dan berapa banyak kepentingan umat Islam untuk menegakkan syari’ahnya dikorbankan demi untuk membela apa yang disebut dengan “Pancasila Sakti”. 

Oleh sebab itu dalam pembahasan terakhir ini akan “sedikit” dijelaskan mengenai status bagaimana menjadikan Ilyasiq Moderen (Pancasila) sebagai dasar hukum negeri ini, dan juga fatwa-fatwa para ulama tentang bagaimana seharusnya umat Islam bersikap. 

Firman Allah Ta’ala :

ﻟﱢﻘَﻮْمٍ ﺣُﻜْﻤًﺎ ِﷲ َ ﻣِﻦ ُ أَﺣْﺴَﻦ ْ وَﻣَﻦ َ ﻳَﺒْﻐُﻮن اﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴﱠﺔِ َ أَﻓَﺤُﻜْﻢ ﻳُﻮﻗِﻨُﻮنَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari. Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari Allah bagi kaum yang yakin?” 
[QS. Al Maidah :50].

Allah Azza Wa Jalla menyebutkan hukum jahiliyah yaitu perundang-undangan dan sistem jahiliyah sebagai lawan dari hukum Allah, yaitu syari’at dan sistem Allah. 
Jika syari’at Allah adalah apa yang dibawa oleh Al Qur’an dan As Sunah, maka apalagi hukum jahiliyah itu kalau bukan perundang-undangan yang menyelisihi Al Qur’an dan As Sunah?.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Perhatikanlah ayat yang mulia ini, bagaimana ia menunjukkan bahwa hukum itu hanya ada dua saja. Selain hukum Allah, yang ada hanyalah hukum Jahiliyah. Dengan demikian jelas, para penetap undang-undang merupakan kelompok orang-orang jahiliyah; baik mereka mau (mengakuinya) ataupun tidak. Bahkan mereka lebih jelek dan lebih berdusta dari pengikut jahillliyah. 
Orang-orang jahiliyah tidak melakukan kontradiksi dalam ucapan mereka, sementara para penetap undang-undang ini menyatakan beriman dengan apa yang dibawa Rasulullah namun mereka mau mencari celah. 
Allah telah berfirman mengenai orang-orang seperti mereka: “Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya dan Kami siapkan bagi orang-orang kafir adzab yang menghinakan.” (Risalatu tahkimil qawanin hal. 11-12) 

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: 

اﻟﻤﺸﺘﻤﻞ اﻟﻤُﺤْﻜَﻢ ﷲ ﺣﻜﻢ ﻋﻦ ﺧﺮج ﻣﻦ ﻋﻠﻰ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﻨﻜﺮ ﻣﻦ ﺳﻮاه ﻣﺎ إﻟﻰ وﻋﺪل ﺷﺮ ﻛﻞ ﻋﻦ اﻟﻨﺎﻫﻲ ، ﺧﻴﺮ ﻛﻞ ﻋﻠﻰ ﺑﻼ اﻟﺮﺟﺎل وﺿﻌﻬﺎ اﻟﺘﻲ ، واﻻﺻﻄﻼﺣﺎت واﻷﻫﻮاء اﻵراء ﻳﺤﻜﻤﻮن اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ أﻫﻞ ﻛﺎن ﻛﻤﺎ ،ﷲ ﺷﺮﻳﻌﺔ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻨﺪ ﺑﺂراﺋﻬﻢ ﻳﻀﻌﻮﻧﻬﺎ ﻣﻤﺎ ، واﻟﺠﻬﺎﻻت اﻟﻀﻼﻻت ﻣﻦ ﺑﻪ اﻟﻤﻠﻜﻴﺔ اﻟﺴﻴﺎﺳﺎت ﻣﻦ اﻟﺘﺘﺎر ﺑﻪ ﻳﺤﻜﻢ وﻛﻤﺎ ، وأﻫﻮاﺋﻬﻢ اﻟﻴَﺴﺎق ﻟﻬﻢ وﺿﻊ اﻟﺬي ، ﺟﻨﻜﺰﺧﺎن ﻣﻠﻜﻬﻢ ﻋﻦ اﻟﻤﺄﺧﻮذة ﻋﻦ اﻗﺘﺒﺴﻬﺎ ﻗﺪ أﺣﻜﺎم ﻣﻦ ﻣﺠﻤﻮع ﻛﺘﺎب ﻋﻦ ﻋﺒﺎرة وﻫﻮ ، اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ واﻟﻤﻠﺔ واﻟﻨﺼﺮاﻧﻴﺔ اﻟﻴﻬﻮدﻳﺔ ﻣﻦ ، ﺷﺘﻰ ﺷﺮاﺋﻊ ، وﻫﻮاه ﻧﻈﺮه ﻣﺠﺮد ﻣﻦ أﺧﺬﻫﺎ اﻷﺣﻜﺎم ﻣﻦ ﻛﺜﻴﺮ وﻓﻴﻬﺎ اﻟﺤﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﻳﻘﺪﻣﻮﻧﻬﺎ ، ﻣﺘﺒﻌًﺎ ﺷﺮﻋًﺎ ﺑﻨﻴﻪ ﻓﻲ ﻓﺼﺎرت وﻣﻦ . وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﷲ ﺻﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ وﺳﻨﺔ ﷲ ﺑﻜﺘﺎب إﻟﻰ ﻳﺮﺟﻊ ﺣﺘﻰ ، ﻗﺘﺎﻟﻪ ﻳﺠﺐ ﻛﺎﻓﺮ ﻓﻬﻮ ﻣﻨﻬﻢ ذﻟﻚ ﻓﻌﻞ ﻳﺤﻜﻢ ﻓﻼ [ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﷲ ﺻﻠﻰ ] ورﺳﻮﻟﻪ ﷲ ﺣﻜﻢ ﻛﺜﻴﺮ وﻻ ﻗﻠﻴﻞ ﻓﻲ ﺳﻮاه “
Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang muhkam yang memuat segala kebaikan dan melarang segala kerusakan, kemudian malah berpaling kepada hukum lain yang berupa pendapat-pemdapat, hawa nafsu dan istilah-istilah yang dibuat oleh para tokoh penguasa tanpa bersandar kepada syariah Allah. 
Sebagaimana orang-orang pengikut jahiliyah bangsa Tartar memberlakukan hukum ini yang berasal dari sistem perundang-undangan raja mereka, Jengish Khan.
Jengish Khan membuat undang-undang yang ia sebut ILYASIQ, yaitu sekumpulan peraturan perundang-undangan yang diambil dari banyak sumber, seperti sumber-sumber Yahudi, Nasrani, Islam dan lain sebagainya. 
Di dalamnya juga banyak terdapat hukum-hukum yang murni berasal dari pikiran dan hawa nafsunya semata. Hukum ini menjadi undang-undang yang diikuti oleh keturunan Jengis Khan, mereka mendahulukan undang-undang ini atas berhukum kepada Al Qur’an dan As Sunah . 
Barang siapa berbuat demikian maka ia telah kafir, wajib diperangi sampai ia kembali berhukum kepada hukum Allah dan Rasul-nya, sehingga tidak berhukum dengan selainnya baik dalam masalah yang banyak mau pun sedikit.” 
(Tafsir Ibnu Katsir 3/131)

Tidak ada perbedaan antara Tartar dengan para penguasa kita hari ini, justru para penguasa kita hari ini lebih parah dari bangsa Tartar, sebagaimana disebutkan melalui komentar ‘Alamah Syaikh Ahmad Syair  atas perkataan oleh  Al Hafidz Ibnu Katsir diatas : 
“Apakah kalian tidak melihat pensifatan yang kuat dari Al Hafidz Ibnu Katsir pada abad kedelapan hijriyah terhadap undang-undang postif yang ditetapkan oleh musuh Islam Jengish Khan? 
Bukankah kalian melihatnya mensifati kondisi umat Islam pada abad empat belas hijriyah? 
Kecuali satu perbedaan saja yang kami nyatakan tadi ; hukum Ilyasiq hanya terjadi pada sebuah generasi penguasa yang menyelusup dalam umat Islam dan segera hilang pengaruhnya. 
Namun kondisi kaum muslimin saat ini lebih buruk dan lebih dzalim dari mereka karena kebanyakan umat Islam hari ini telah masuk dalam hukum yang menyelisihi syariah Islam ini, sebuah hukum yang paling menyerupai Ilyasiq yang ditetapkan oleh seorang laki-laki kafir yang telah jelas kekafirannya….
Sesungguhnya urusan hukum positif ini telah jelas layaknya matahari di siang bolong, yaitu kufur yang nyata tak ada yang tersembunyi di dalamnya dan tak ada yang membingungkan. Tidak ada udzur bagi siapa pun yang mengaku dirinya muslim dalam berbuat dengannya, atau tunduk kepadanya atau mengakuinya. Maka berhati-hatilah, setiap individu menjadi pengawas atas dirinya sendiri.” 
(Umdatu Tafsir IV/173-174

Ketika berhukum dengan Ilyasiq bangsa Tatar sudah masuk Islam. Tetapi ketika mereka berhukum dengan Ilyasiq ini dan mendahulukannya atas kitabullah dan sunah Rasul-Nya, para ulama mengkafirkan mereka dan mewajibkan memerangi mereka. Dalam Al Bidayah wa Nihayah XIII/360, Ibnu Katsir berkata tentang peristiwa tahun 694 H, “Pada tahun itu kaisar Tartar Qazan bin Arghun bin Abgha Khan Tuli bin Jengis Khan masuk Islam dan menampakkan keislamannya melalui tangan amir Tuzon rahimahullah. Bangsa Tartar atau mayoritas rakyatnya masuk Islam, kaisar Qazan menaburkan emas, perak dan permata pada hari ia menyatakan masuk Islam. Ia berganti nama Mahmud…” 

Beliau juga mengatakan dalam Bidayah wa Nihayah, “Terjadi perdebatan tentang mekanisme memerangi bangsa Tartar, karena mereka menampakkan keislaman dan tidak termasuk pemberontak. Mereka bukanlah orang-orang yang menyatakan tunduk kepada imam sebelum itu lalu berkhianat.
Maka Syaikh Taqiyudin Ibnu Taimiyah berkata, “Mereka termasuk jenis Khawarij yang keluar dari Ali dan Mu’awiyah dan melihat diri mereka lebih berhak memimpin. Mereka mengira lebih berhak menegakkan dien dari kaum muslimin lainnya dan mereka mencela kaum muslimin yang terjatuh dalam kemaksiatan dan kedzaliman, padahal mereka sendiri melakukan suatu hal yang dosanya lebih besar berlipat kali dari kemaksiatan umat Islam lainnya.” 

Maka para ulama dan masyarakat memahami sebab harus memerangi bangsa Tartar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan kepada masyarakat, “Jika kalian melihatku bersama mereka sementara di atas kepalaku ada mushaf, maka bunuhlah aku.” 
(Al Bidayah wan Nihayah XIV/25, lihat juga Majmu’ Fatawa XXVIII/501-502, XXVIII/509 dst)

Maksud dari disebutkannya peringatan ini adalah menerangkan tidak benarnya alasan orang yang mengatakan para penguasa hari ini menampakkan Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat sehingga tidak boleh memerangi mereka. Bangsa Tartar juga demikian halnya, namun hal itu tidak menghalangi seluruh ulama untuk menyatakan kekafiran mereka dan wajibnya memerangi mereka, disebabkan karena mereka berhukum dengan ILYASIQ  yang merupakan undang-undang yang paling mirip dengan undang-undang positif yang hari ini menguasai mayoritas negeri-negeri umat Islam. 

Karena itu, Syaikh Ahmad Syakir menyebut undang-undang ini dengan istilah ILYASIQ  KONTEMPORER, sebagaimana beliau sebutkan dalam Umdatu tafsir. Telah menjadi ijma’ ulama bahwa menetapkan undang-undang selain hukum Allah dan berhukum kepada undang-undang tersebut merupakan kafir akbar yang mengeluarkan dari milah.

Ibnu Katsir berkata setelah menukil perkataan imam Al Juwaini tentang Ilyasiq yang menjadi undang-undang bangsa Tatar : 
“Barang siapa meninggalkan syari’at yang telah muhkam yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah penutup seluruh nabi dan berhukum kepada syari’at-syari’at lainnya yang telah mansukh (dihapus oleh Islam), maka ia telah kafir.
Lantas bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Alyasiq dan mendahulukannya atas syariat Allah? 
Siapa melakukan hal itu berarti telah kafir menurut ijma’ kaum muslimin.” 
(Al Bidayah wan Nihayah XIII/128).

Demikianlah risalah singkat ini, penulis memohon kepada Allah ta’ala Yang Maha Berkuasa, untuk menjadikan pembahasan ini semata-mata untuk mencari ridha-Nya. 
Semoga Allah mengampuni segala ketergelinciran dalam kajian ini, penulis tidak bermaksud selain mencari kebenaran. Apabila dalam kajian ini ada kebenaran, maka itu dari Allah ta’ala semata. Dan apabila ada kesalahan, maka itu semua dari saya pribadi dan dari setan, Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam berlepas diri darinya.

Minggu, 21 Juli 2013

Sumber Ajaran Syiah

SUMBER AJARAN SYIAH
Sebagaimana Ahlussunah memiliki kitab hadits yang berasal dari Nabi, maka sebagai mazhab, syiah harus memiliki kitab-kitab yang berisi sabda para imam ahlulbait, mereka yang wajib diikuti bagi penganut syiah. Lalu mengapa syiah mengemukakan dalil dari kitab- kitab hadits sunni seperti shahih Bukhari dan Muslim? Mereka menggunakan hadits-hadits itu dalam rangka mendebat ahlussunah, bukan karena beriman pada isi hadits itu. Lalu apa saja rujukan syiah Imamiyah?

Rabu, 05 Juni 2013

Kilasan Pejalanan Jihad

REKONTEKSTUALISASI JIHAD PASCADEKOLONISASI Oleh: Dr. Aidul Fitriciada Azhari, SH, M.H ( Pakar Hukum Konstitusi,Dosen Fakultas Hukum, Program Magister Ilmu Hukum, dan Program Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta ) Pada tanggal 16 Juli 1945 Badan Penyelidik UsahaPersiapan Kemerdekaan (BPUPK) mengeluarkan laporan Hasil Pembahasan Bunkakai Pembelaan yang berisi rancangan tentang kewajiban seluruh rakyat Indonesia untuk memenangkan pertempuran Asia Timur Raya melawan “kenafsuan Amerika, Inggris dan Belanda” serta “menjaga dan membelakemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia dan agama.” [1] Dalam laporantersebut disebutkan : Dalam melaksanakan pertahanan dan pembelaan negara yang kuat dan sentosa, maka Negara Indonesia menaruh kepercayaan atas kesanggupan segenap rakyat Indonesia untuk melakukan: Jihad di jalan Allah (cetak miring dari Penulis) terutama atas semangat dan tenaga muda pemuda Indonesia yangdengan keteguhantekad sanggup mengorbankan jiwaraga.[2] Laporan BPUPK ini memang ditolak pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan alasan terjadi perubahan situasi dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu dan status Indonesia sebagai negara yang sudah merdeka.[3] Namun, maksud asli (original intent) parapendiri negara dalam pembelaan negarasecarajelas mengacu pada nilai-nilai Jihad di jalan Allah (jihad fi sabili l-Lah). Secara jelas parapendiri negara mengaitkan makna jihad dengan pertahanan dan pembelaan negara. Dalam kaitan itu, makna jihad memiliki dua konteks. Pertama, berkaitan dengan proses dekolonisasi negara Indonesia. Dalam konteks dekolonisasi, jihad bermakna sebagai perjuangan untuk melepaskan Indonesiadari penjajahan negaralain. Kedua, jihad dalam kaitan dengan kedaulatan negara, yakni dalam maknapertahanan atau pembelaan negaraIndonesia sebagai negara berdaulat. ...Dalam konteks dekolonisasi jihad terbukti telah mendorong perang kemerdekaan antara 1945 sampai 1949 yang berakhir dengan penyerahan kemerdekaan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Perang kemerdekaan tersebut dilakukan baik melalui perjuangan bersenjata yang dilakukan oleh TNI serta berbagai laskar yang dibentuk oleh rakyat maupun melalui perjuangan diplomasi melalui berbagai forum internasional... Namun, dalam konteks pertahanan negara atau pembelaan kedaulatan negara makna jihad semakin surut seiring dengan munculnya konsep pertahanan yang berwatak kebangsaan. Secaraperlahan konsep pertahanan atau pembelaan negara dilepaskan dari makna jihad dan dilekatkan semata-mata sebagai bentuk pertahanan bagi kedaulatan suatu negara-bangsa yang berwatak sekular. Proses sekularisasi pertahanan negaraitu mulai terlihat bahkan sejak tanggal 19Agustus 1945ketika PPKI memutuskan “Untuk kedaulatan IndonesiaMerdeka, Tentara Kebangsaan Indonesia harus selakasnya dibentuk oleh Presiden.” [4] Proses sekularisasi pertahanan negaraini memuncak manakala Kabinet Mohammad Hatta melakukan program Rasionalisasi TNIyang mengakibatkan tersingkirnya lasykar-lasykar Islam dari tubuh TNI. Inilah pula salah satunya yang menyebabkan munculnya gerakan Darul Islam/TentaraIslam Indonesia (DI/TII) sebagai akibat dari kekecewaan lasykar-lasykar santri yang disingkirkan dari TNI.[5] Sejak itu praktis konsep pertahanan negara Indonesia tunduk padakonsep pertahanan modern yang berwatak kebangsaan dan sekular. Proses ini memuncak pada eraPANGAB Jenderal TNI Moerdani yang berlatarbelakang Katholik yang kemudian melahirkan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa-peristiwa Komando Jihad, Tanjung Priok, danTanjung Sari Lampung. Dengan demikian, para pendiri negara jelas memaknai Jihad sebagai perang dalam pengertian pertahanan atau pembelaan negara. Namun, konsep Jihad yang semula sangat berperan dalam mendorong dekolonisasi mengalami pelemahan seiring dengan perkembangan negara-bangsa Indonesia yangmelahirkan konsep pertahanan yang berwatak kebangsaan sekular. Alih-alih konsep Jihad dipertahankan dalam makna pertahanan bagi kedaulatan negara sebagaimanamaksud asli para pendiri negara, dalam perkembangannya justru Jihad dimaknai sebagai ancaman bagi kedaulatan bangsa. Jihad Pascadekolonisasi Jurgen Habermas menyebutkan adanya 4 (empat) jenis negara-bangsa yang berkembang sepanjang sejarah : - Pertama, negara-bangsaklasik yang terbentuk berdasarkan perjanjian Westphalia 16 Otkober 1848. Yang termasuk ke dalam negara-bangsaini adalah negara-negara EropaBarat, seperti Inggris dan Prancis. - Kedua, negara-bangsaideologis yang terbentuk sebagai produk pembentukan ideologi kebangsaan yang berkembang pada abad ke-18/19. Negara-bangsa ideologis ini terbentuk terutama di Eropa Tengah dan Selatan, termasuk negara Jerman dan Italia. Jika negara-bangsa klasik terbentuk dari negarakepada bangsa (state to nation), maka negara-bangsa ideologis ini terbentuk dari bangsa kepada negara (nation to state). - Ketiga, negara-bangsa pascakolonial yang terbentuk setelah PD II padatahun 1945, terutama di kawasan Asia-Afrika, termasuk negara Indonesia. - Keempat, negara-bangsa yang terbentuk selepas runtuhnya totaliterianisme komunis di Eropa, terutama pada negara-negaraEropa Timur, termasuk negara Bosnia-Herzegovina, serta negara-negara lain seperti Afghanistan dan Timor Leste. Jika negara-bangsa pascakolonial berwatak dekolonisasi dalam arti melepaskan diri dari kolonialisme, maka negara-bangsa pascakomunisme lebih berwatak melepaskan diri dari rezim totaliter/otoriter atau dalam pengertian lain berwatak demokratisasi.[6] ...Pihak Barat mengklaim keruntuhan komunis sebagai kemenangan demokrasi. Pada sisi ini makna Jihad menemukan konteks baru sebagai perlawanan atas sistem thoghut... Dari keempat perkembangan tersebut, ummat Islam terlibat dalam pembentukan negara-bangsa terutama padatahap ketiga (pascakolonial) dan keempat (pascaotoritarian). Dalam kedua tahap tersebut muncul konsep Jihad sebagai pendorong militansi ummat Islam untuk melepaskan diri dari kolonialisme dan komunisme. Dalam konteks dekolonisasi, ummat Islam melepaskan diri dari kolonialisme Barat dengan melakukan Jihad dalam bentuk rangkaian peperangan yang cukup panjang, sebagaimana terjadi di Indonesia. Sekalipun demikian, tidak semua negara Islam berhasil melakukan dekolonisasi melalui peperangan. Negara Malaysia, Pakistan, negara-negara di kawasan Timur Tengah umumnya memperoleh kemerdekaan melalui proses diplomasi, sehingga Jihad yang dilakukan oleh negara-negaraIslam yang memperoleh ‘kemerdekaan sebagai hadiah’ tersebut tidak dalam bentuk perjuangan bersenjata. Sementara itu, Jihad ummat Islam selepas komunisme yang paling dramatis dan monumental adalah peperangan di Afghanistan untuk melawan pendudukan negara komunis Uni Sovyet. Peperangan selama10tahun (1979-1989) malahan menjadi penyebab runtuhnya rezim komunisme di Uni Sovyet yang kemudian memicu terbentuk negara-negara baru di kawasan bekas Uni Sovyet dan Balkan. Jihad di Afghanistan bukan lagi dalam kaitan proses dekolonisasi, tetapi merupakan bentuk perlawanan atas sistem totaliter yang dipraktekan komunisme Eropa Timur. Pandangan ini sesungguhnyasejalan dengan pandangan Barat yang juga melihat keruntuhan komunisme di Eropa Timur sebagai kemenangan atas totalitarianisme. Akan tetapi, kemenangan atas totalitarianisme dimaknai berbeda oleh Barat dan Islam. Pihak Barat mengklaim keruntuhan komunis sebagai kemenangan demokrasi, sehingga menimbulkan kewajiban moral dan historis untuk menyebarkan demokrasi ke seluruh dunia. Sebaliknya,kaum mujahidin yang terlibat peperangan di Afghanistan memaknai kemenangan atas totalitarianisme komunis itu sebagai kemenangan atas sistem thoghut. Pada sisi ini makna Jihad menemukan konteks baru sebagai perlawanan atas sistem thoghut. Makna jihad seperti inilah yang diuraikan oleh seorang mujahidin-intelektual,Abu Mushab As-Suri yang membagi gerakan Jihad ke dalam tiga kelompok, yakni : 1. Kelompok atau organisasi Jihad (Jihadiyin), yakni kumpulan orang yang mengadopsi gagasan jihad untuk melawan pemerintahan thaghut dan murtad yang adadi negara-negara Arab dan Islam, dengan maksud merobohkannya dan menegakkan pemerintahan yang menjalankan syariat Allah. Atau, dengan maksud untuk melawan kezaliman mereka atas kaum muslimin. Organisasi jihad ini seperti yang terdapat di Afghanistan, Bosnia,dan Chechnya; 2. Kelompok atau organisasi Mujahidin, yakni berbagai organisasi atau kelompok yang mengkhususkan diri berjihad melawan musuh-musuh yang menyerang negara-negara Muslim, khususnya Yahudi (seperti di Palestina) atau kaum salibis-kolonialis seperti Amerika (di Irak dan semenanjung Arab), atau orang-orang Barat umum, kaum Atheis (Rusia atau China), atau kaum paganis (Chechnya, Bosnia, Kashmir, India dan Asia Tenggara) atau segalabentuk musuh eksternal. Organisasi-organisasi ini kebanyakan berbentuk gerakan-gerakan pembebasan nasional yang bertujuan memerdekakan suatu negara dari penjajahan, lalu meletakkannya di bawah pemerintahan Islam; 3. Kelompok atau individu yang berjihad melawan kemunkaran atau kezaliman, yakni individu atau kelompok kecil yang melakukan Jihad bersenjata dengan niat mencari pahala,amar makruf nahi munkar, sebagai implementasi kewajiban ibadah,dan berdasarkan pemahaman dan dorongan agama untuk melenyapkan kemunkaran. Misalnya, menghancurkan tempat-tempat minuman keras dan pelacuran, atau membunuh gembong kafir, zalim, pengganggu kaum muslimin, agama, syiar dan kesuciannya.[7] As-Suri menyebutkan gerakan Jihad merupakan varian dari gerakan Ash-Shahwah al-Islamiyah atau Gerakan Kebangkitan Islam, disamping gerakan non-politik, gerakan politik, dan gerakan yang menyimpang. As-Suri mencatat pula bahwa terdapat kecenderungan gerakan Jihad dan non-politik semakin menguat pengaruhnya manakala gerakan politik dan menyimpang semakin menurun. Kecenderungan itu terlihat dalam grafik berikut ini. Sumber : Abu Mush’ab As-Suri (2010), hlm. 42. Meningkatnya gerakan Jihad ini seiring dengan agenda Jihad secaraglobal untuk melawan Amerika Serikat yang dikampanyekan oleh Usamah Bin Ladin. Dalam kaitan ini As-Suri sebagai orang yang dekat dengan Usamah mencatat : ...Setelah mempelajari keruntuhan Uni Sovyet, Syekh Usamah melihat semua pemerintahan di negara-negara Pakta Warsawa tumbang dengan tumbangnya Pakta tersebut …. Syaikh Usamah juga berkeyakinan dengan runtuhnya Amerika, semua elemen rezim Arab yang berkuasa dan negara-negara muslim lainnya akan ikut runtuh. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Syaikh Usamah memfokuskan usahanya untuk jihad melawan Amerika...[8] Perkembangan gerakanJihad global tersebut paralel dengan agenda demokratisasi yang dilakukan oleh negara-negara Barat di seluruh dunia, termasuk di negara-negara muslim. Konsekuensinya, terjadi benturan antara agenda demokratisasi dan Jihad global yang kemudian melahirkan jenis perang baru yakni War against Terrorism atau the Global War on Terrorism. Perang yang dilancarkan oleh Amerika dan sekutu-sekutunya itu menimbulkan konfrontasi global antara gerakan Jihad dan negara-negara Barat besertasekutunya. AgendaWar on Terrorism itu juga memberi legitimasi bagi gerakan Jihad untuk melancarkan perang dan konfrontasi global melawan Barat. Apalagi, secara eksplisit Presiden AS George W. Bush menyebutkan War on Terrorism sebagai bentuk keyakinan eskatologis, yakni crussade atau Perang Salib. Perang Dimensi Baru Perkembangan Jihad pascaotoritarianisme yang kemudian memicu timbulnya agenda War on Terrorism sesungguhnya menunjukkan gejalaperang dalam dimensi baru—atau disebut sebagai Perang Generasi Keempat (the Fourth Generation Warfare)—yang disebut sebagai Perang Asimateris (Asymmetric Warfare). Perang asimetris melibatkan pihak yang berperang dengan kekuatan militer yang berbeda secara signifikan. Perang asimetris padadasarnya merupakan konflik kekerasan antara suatu kekuatan militer formal melawan kekuatan militer informal.[9] Perang seperti ini sering digambarkan dalam berbagai istilah, seperti perang gerilya, pemberontakan, atau terorisme. Perang asimetris juga sejalan dengan memudarnya perang secarakonvensional dalam bentuk konflik bersenjata militer yang sebelumnya dilakukan sebagai bagian dari kebijakan politik teritorial dari negara bangsa klasik dan ideologis, yang disebut oleh Richard Rosecrance sebagai negara Westphalia (Westphalian State). Berakhirnya era industri yang diikuti oleh erainformasi telah memudarkan batas-batas teritorial negara-bangsa Westphalia sehingga mengurangi signifikasi konflik secara militer. Negara-bangsa digantikan olehnegara-kawasan, seperti Uni Eropa dan Masyarakat ASEAN atau kontinen seperti China dan India, yang lebih mengalihkan perang secaramiliter kepada perang dalam bentuk perdagangan dan ekonomi.[10] ...Apabila melihat pada sejarah Nabi Muhammad SAW, kemenangan Nabi atas kaum kafir Makkah ditentukan bukan semata-mata oleh pertempuran secara militer, tetapi oleh variasi antara diplomasi, kekuatan ekonomi, dan mobilisasi dukungan suku-suku di luar Makkah... Dalam konteks ini, menarik untuk mengamati perkembangan China yang berhasil tampil sebagai negara maju melalui kekuatan ekonomi dan perdagangannya dibandingkan dengan kekuatan militer. Salah satu kekuatan Chinauntuk memenangkan perang dagang melawan Barat adalah kemampuannya untuk melakukan transformasi seni berperang Sun Tzu menjadi strategi dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Intinya, meraih kemenangan tanpamelakukan pertempuran. Atau, seperti yang diadopsi oleh Mangkunegara I dalam ungkapan “ngluruk tanpa bolo, menang tanpa ngasorake.” [11] China berhasil mengembangkanseni berperang Sun Tzu untuk dalam etos kerja, manajemen bisnis, taktik negosiasi, dan taktik berperkara di pengadilan, sehingga akhirnya dapat memenangkan kompetisi global melawan kapitalisme Barat tanpaharus melakukan pertempuran secara militer.[12] Konsep seni berperang Sun Tzu ini berbeda dengan konsep berperang di Barat yang dikembangkan oleh Carl von Clausewitz. Dalam pandangan Clausewitz perang adalah “a rational instrument of national policy” yang bertujuan untuk melumpuhkan lawan melalui kulminasi serangan militer untuk memperoleh kulminasi kemenangan.[13] Teori perang Clausewitz ini telah melahirkan PD I dan PD II yang meluluhlantakan Eropabaik secara material maupun moral. Kemenangan pihak sekutu atas Jerman di Eropa dan Jepang di Asia Pasifik harus ditebus dengan kehancuran peradaban yang luar biasa. ...Jihad tidak dimaknai sebatas pertempuran militer konvensional, tetapi sesuai dengan sunnah Nabi justru harus meminimalkan serangan militer. Dalam kaitan itu, makna Jihad harus ditransformasikan sebagai fighting spirit bagi ummat Islam untuk memenangkan perang dalam dimensi baru yang lebih kompleks dan multidimensional... Apabilamelihat pada sejarah Nabi Muhammad SAW, kemenangan Nabi atas kaum kafir Makkah ditentukan bukan semata-mata oleh pertempuran secara militer, tetapi oleh variasi antaradiplomasi, kekuatan ekonomi, danmobilisasi dukungan suku-suku di luar Makkah. Tidak heran bila penaklukan Makkah (futh Makkah) dilakukan tanpasebilah senjatapun. Dalam konteks ini, Nabi sudah menerapkan strategi perang multidimensi dan non-konvensional yang menggabungkan antara strategi militer (konvensional) dan non-militer (non-konvensional). Pemaknaan Jihad sebagai perang yang bersifat mutidimensi sebagaimana dicontohkan Nabi tersebut sangat relevan dengan perkembangan dunia pasca komunisme. Kecuali di beberapatempat, seperti di Afghanistan dan Palestina,di negara-negara lain yang sudah terlepas dari proses dekolonisasi seperti di Indonesia sangat relevan untuk memberikan makna padaJihad sebagai bentuk perang dalam dimensi baru. Jihad tidak dimaknai sebatas pertempuran militer konvensional, tetapi sesuai dengan sunnah Nabi justru harus meminimalkan serangan militer. Makna “Belajarlah walaupun ke negeri China” boleh jadi relevan dengan keadaan sekarang yang menunjukkan kemenangan dalam peperangan tidak harus melalui pertempuran militer, tetapi jika perlu tanpa pertempuran sama sekali. Dalam kaitan itu, makna Jihad harus ditransformasikan sebagai fighting spirit bagi ummat Islam untuk memenangkan perang dalam dimensi baru yang lebih kompleks dan multidimensional. Jihad harus ditransformasikan menjadi etos kerja, strategi bisnis, pilihan teknologi, taktik negosiasi, taktik beracara, dan sebagainya. Wallahu’alam bish Shawab.. [Bekti] [1] RM. A.B. Kusuma, LahirnyaUndang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2004, hlm. 444. [2] Ibid. [3] Ibid., hlm. 502 dan520. [4] Ibid., hlm. 521. [5] Mengupas Sejarah NII diakses 29 Mei 2013 [6] JurgenHabermas,The Inclusion of the Other Studies in Political Theory. Cambridge-Massachusset: The MIT Press, 1999, hlm. 105-106. [7] Abu Mush’ab As-Suri, Perjalanan Gerakan Jihad (1930-2002) Sejarah, Eksperimen, dan Evaluasi ed. IV (Terjemahan Hashad Al-Islamiyah wa At-Tayyar Al-Jihad), Jazera: Solo, 2010, hlm. 55-56. [8] Ibid., hlm. 86. [9] Asymmetic Warfare, diakses 29Mei 2013 [10] Richard Rosecrance, The Rise of the Trading State: Commerce and Conquest in the Modern World, New York: Basic Books, 1986. [11] Zaenudin Fanani, Restrukturisasi Budaya Jawa Perspektif KGPAA MN I,Surakarta: Muhammadiyah University Press,2005. [12] The Art of War, diakses 29 Mei 2013 [13] Carl von Clausewitz, < http://en.wikipedia.org/wiki/Carl_von_Clausewitz> diakses 29 Mei 2013.

Senin, 03 Juni 2013

Kewajiban Berjihad

Perintah dan Kewajiban Berjihad Melawan Orang- orang kafir , serta peringatan keras bagi yang meninggalkan Jihad
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. 3

Sabtu, 25 Mei 2013

Tentara Imam Mahdi

Tentara Imam Mahdi (Para pejuang akhir zaman ) Dalam sebuah hadis Nabi saw mengisyaratkan bahwa Imam Mahdi pasti datang di akhir zaman. Ia akan memimpin umat Islam keluar dari kegelapan kezaliman menuju cahaya keadilan dan kejujuran yang menerangi dunia seluruhnya. Ia akan memerangi penguasa yang zalim dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya, dan akan menegakkan kembali kekhalifahan Islam yang mengikuti manhaj dan sistem Islam. Mafhum Hadis: “Andaikan dunia tinggal sehari, sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku, namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435). Hadis lain: “Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antara manusia dan gempa bumi. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898) “Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak- rangkak di atas salju kerana sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4074) Info mengenai Tentera Panji-Panji Hitam: Tentera Panji Hitam dari Timur adalah tentera Imam Mahdi yang akan memperjuangkan Islam di akhir zaman. Tentera ini tidak dikalahkan kerana mendapat perlindungan Allah. Tentera ini juga akan menghapuskan Salibis, Zionis Yahudi laknatullah beserta sekutunya dan semua kekuatan jahat makar musuh-musuh islam, yang membunuh dan membantai ramai umat Islam masa kini. Tentera ini akan dipimpin oleh Al- Mahdi. Sekiranya ianya datang pada masa kita sama-samalah kita berjuang di jalan Allah. Hadis-hadis tentang Panji-panji Hitam Dari timur. Sabda Nabi Muhammad SAW: 1. “Al-Mahdi akan datang setelah muncul Panji-panji Hitam dari sebelah Timur yang mana pasukan itu selalu tidak pernah kalah dengan pasukan mana pun” (HR Ibnu Majah). 2. “Orang ramai daripada Timur akan muncul, kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada al-imam almahdi. 3. “Panji-panji Hitam akan keluar dari Khurasan (Setelah Pemuda Bani Tamim bertemu al-Haris Harras dan pada masa itu juga kawan-kawan al-Mahdi (tentera- tenteranya) keluar menuju Baitulmaqdis”. 4. “Pembawa bendera al-Mahdi adalah seorang lelaki daripada suku Tamim yang datang dari Timur”. 5. “Jika kamu semua melihat Panji-panji Hitam datang dari arah Khurasan, maka sambutlah ia walaupun kamu terpaksa merangkak di atas salji. Sesungguhnya di tengah-tengah panji-panji itu ada Khalifah Allah yang mendapat petunjuk. Maksudnya ialah al-Mahdi.” (HR Ibnu Majah, & Al-Hakim) 6. “Daripada al-Hasan, bahawa Nabi SAW menyebut bala yang akan menimpa kaum keluarganya, hinggalah Allah mengutuskan Panji-panji Hitam dari Timur. Sesiapa yang menolongnya akan ditolong pula oleh Allah. Sesiapa yang menghinanya akan dihinakan pula oleh Allah, hinggalah mereka mendatangi seorang lelaki yang namanya seperti nama aku. Mereka pun melantiknya memimpin mereka, maka Allah pun membantu dan menolongnya”.(HR Nuaim bin Hammad). 7. “Apabila keluar Panji-panji Hitam dari arah Khurasan, tidak akan ada sesuatu apa pun yang dapat menolaknya hinggalah dipacakkan di Ilya.” (HR At-Tarmizi) Hal ini telah digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam sebuah hadis yaitu: Rasulullah SAW bersabda: “Telah berlaku Zaman Kenabian ke atas kamu, maka berlakulah Zaman Kenabian itu sebagaimana yang ALLAH kehendaki. Kemudian ALLAH mengangkat zaman itu. Kemudian berlakulah Zaman Kekhalifahan (Khulata’ur Rasyidin) yang berjalan seperti Zaman Kenabian. Maka berlakulah zaman itu, sebagaimana yang ALLAH kehendaki. Kemudian ALLAH mengangkatnya lalu berlakulah Zaman Pemerintahan yang menggigit (Zaman Fitnah). Berlakulah zaman itu seperti mana yang ALLAH kehendaki. Kemudian ALLAH mengangkatnya pula. Kemudian berlakulah zaman penindasan dan penzaliman, mulkan jabbariyyyan (pemerintahan diktator) dan berlakulah zaman itu seperti mana yang ALLAH kehendaki. Kemudian berlaku pula Zaman Kekhalifahan (Imam Mahdi dan Nabi Isa) yang berjalan di atas cara hidup Zaman Kenabian.” Kemudian baginda diam. (Hadis Riwayat Imam Ahmad). ''Subhanalloh walhamdulillah Allahu akbar'' Keep spirit dakwah and jihad fisabilillah. (Walhamdulillahirobbil a'lamiin)

Rabu, 03 April 2013

Puisi...

TIADA KATA HENDAK DIKATA....
SEMUANYA TELAH TERKATA....
APALAH ARTINYA BERTUTUR KATA ....
SEKIRANYA HANYA SAMPAI DIUJUNG KATA....
BATAS BAHASAKU ADALAH BATAS DUNIAKU....
MESKI HANYA DIANGGAP ANGIN NAN LALU....

Oleh : ust Abdullah Umar
Mantan narapidanah Nusa Kambangan yg di eksekusi mati oleh thogut.

Minggu, 13 Januari 2013

Ka’bah Bukan Berhala

Mengapa Ummat Islam Berkiblat

Pada Ka’bah…?


 418004_236621199805262_1120739376_n
Kali ini ana tujukan untuk saudara2 ana dinegeri kafir karna begitu gigihnya orang orang kafiir memurtadkan orang islam dan mungkin pembahasan kali ini pertanyaan yg sering ditanyakan orang kafir kepada orang islam diantara sekian banyak pertanyaan adalah mengenai Ka’bah sebagai berhala.

Sabtu, 12 Januari 2013

Demokrasi Dalam Tinjauan Islam

democrazy call for kafirs

Sesungguhnya perbedaan Islam dengan demokrasi adalah perbedaan yang sangat prinsip. Demokrasi adalah sebuah dien, sebagaimana Yahudi, Nasrani, Komunisme, Hindu, Budha dan lainnya. Kesyirikan dan kekufuran demokrasi nampak jelas bila ditimbang dengan timbangan Islam.  

1- Demokrasi tertolak sejak dari sumbernya.

Konsep demokrasi muncul dari masyarakat Yunani Kuno, yaitu ketika filosof Pericles mencetuskan konsep ini pada tahun 431 SM. Beberapa filosof lain seperti Plato, Aristoteles, Polybius dan Cicero ikut menyempurnakan konsep ini. Meski demikian selama ratusan tahun konsep ini tidak laku. Demokrasi baru diterima dunia Barat 17 abad kemudian, yaitu pada masa Renaisance dipelopori oleh filosof Machiaveli (1467-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632-1704), Montesquie (1689-17550 dan Jean Jackues Rousseau (1712-1778) sebagai reaksi atas keotoriteran monarki dan gereja.[1]

Sumber demokrasi jelas para filosof bangsa penyembah berhala yang tidak mengenal Allah dan Rasulullah. Konsep ini baru diterima manusia 1700 tahun semenjak kelahirannya, juga melalui para filosof Nasrani Eropa. Dari sini jelas, Islam menolak demokrasi karena konsep ini lahir semata-mata dari akal orang-orang kafir, sama sekali tidak berlandaskan wahyu dari Allah Ta’ala.